Coretan Misterius -Nazo no Rakugaki-

Pelajaran Kimia memang membosankan. Apalagi, harus menunggu saat-saat bertemu Yamada. "Kamu kenapa sih, Ki?" Aku mencoba menghilangkan semua pikiranku tentang Yamada. Sudah 3 tahun ini, kisahku dengan Yamada selalu tidak ber-ending, bukan karena ceritanya menarik berenda cinta yang membuat candu, tetapi karena tidak ada cinta itulah. Asyik, bukan? Ngambang.
"Ketemuan, yuk!" ajak Yamada. Yamada adalah seorang teman atau bahkan bisa dibilang lebih dari itu, sudah 3 tahun, setiap hari pasti kan kuluangkan beberapa waktu untuk dapat mengobrol dengan dia. Isi obrolan itu biasanya tentang keluhan hati kita berdua, setiap hari kita saling berbagi dan saling memberi solusi satu sama lain. Aku sendiri merasakan sesuatu yang beda saat bercerita bahkan saat aku menceritakan orang yang ku idolakan kepada dia. Bukan idola biasa, idola hati. Iya, aneh kan? Aku sering memikirkan Yamada, aku sering mengeluh dan saling berbagi dengan dia, tetapi dia bukanlah pilihan yang dituju hati ini.
"Yamada, sudah dari satu bulan lalu, LINEku tidak pernah dibaca oleh Koike, padahal dia aktif terus," aku mencoba mengeluh dengan tak sadar sudah membasahi kedua pipiku ini. "Hmmm...," Yamada nampak kesal. Layaknya paranormal, ya, aku mempunyai kemampuan itu, aku mencoba memikirkan apa yang sedang dia pikirkan, merasakan apa yang sedang dia rasakan. "Kenapa harus Koike, sih? Kenapa kamu harus menunggu, berjuang, berperang untuk orang yang tidak pernah menganggap kamu ada? Lihat! Di sini ada yang mampu melihat mu, melihat dengan hati." Aku tersentak. "Aneh.." Yamada masih terlihat kesal. Emosi Yamada sudah mulai memuncak, tetapi aku masih tak sadar dengan itu, atau yang lebih tepatnya tak mau tersadar dengan apa yang dia rasakan. "Aku masih suka Koike dan aku masih akan tetap suka dengan Koike, 19 bulan sudah aku berjuang, tidak mungkin aku berhenti tuk yang ke 20, tetapi aku harus bagaimana jika dia tetap saja begitu?" Yamada meninggalkanku. Sebelum melewat tikungan, dia sempat berkata,"Tanpa sadar selama itulah kau sudah ditunggu!"
"Hah?" Aku masih menangis, aku pun juga bingung dengan apa yang Yamada katakan barusan. Yang membuatku bingung bukan arti dari apa yang dia ucapkan, tetapi mengapa pikiran dan hatiku itu terlalu terfokus hanya untuk Koike.
Tidak seperti Sakura, Mii-chan, Yui-chan, dan semua cewek terpopuler di SMA ini. Mereka beruntung, mereka terlahir bak putri kaisar. Semua orang memuja mereka, semua orang haus akan cinta mereka. Tidak sepertiku, sehaus-hausnya orang, sedahaga-dahaganya mereka, mereka takkan menyentuhku walaupun aku air terakhir saat itu. Memang seperti itu, aku menjijikan, apalagi dimata seorang Koike-senpai.Aku terlalu pesimis untuknya. Bukannya aku tidak optimis, namun aku takut untuk optimis. Sudah cukup katana sang samurai melukaiku, takkan lagi.
Notification LINE. Kubuka. "Kamu mau nggak be my girlfriend?" sent by Yamada Nagato. Ha? Baru dua hari setelah peristiwa dia meninggalkanku, kemudian diaa... I can't believe it! Tunggu.. Mengapa tak ada satu dua detakkan pun yang menambah cepat detakan jantung ini? Iya, karena Yamada lah yang mengungkapkan itu, bukan Koike. Entah bagaimana ku kan menolak Yamada dan takut kehilangan Koike. Di satu sisi aku tidak ingin kehilangan sahabatku yang ku tahu selama ini telah menyukaiku diam-diam, namun aku juga tidak ingin kehilangan Koike yang kuperjuangkan hampir 20 bulan ini. "Gomenasai, Yamada... Koike.. Koike," Ku harap dia tau maksudnya. Iya. Dia tahu. Dia memang sudah dewasa. "Jangan menjauh ya.." disana mungkin dia sangat berharap. Dalam hati aku berkata,"Namun bagaimana jika ku terus dan semakin dekat denganmu, semakin jauhlah aku dengan Koike, aku sadar selama ini kamu yang mendukung ku termasuk dalam hal Koike, aku tak membayangkan sakitnya mendukung seorang idola hati yang sedang merasakan jatuh cinta bukan kepada penggemarnya namun kepada orang lain."Sekali lagi ku katakan, "Gomenasai..."
Sudah berhari-hari pasca dia menyatakan hal itu. Diam. Sepi. Tidak seperti biasa. Dewi Fortuna! Aku senang, ya, memang aku senang. Saat aku dan Yamada sudah tak seperti biasa, di saat itulah entah mengapa Koike semakin dekat denganku. Bahkan obrolan-obrolan tidak penting saja dia masih mau menanggapinya. Oh ... Miracle in December .. hahaha. Semua emoticon hampir setiap saat mengisi LINEku, bahagia, senang, gembira, aku tak mampu menjelaskan rasa ini. Yang pasti aku takut kehilangan itu semua daripada aku takut kehilangan Yamada. Tiba-tiba hatiku berkata,"Kau akan kehilangan semuanya, nikmatilah sebelum kau kehilangannya!"
Tik.. Tik.. Tik..
Mungkin benar apa kata hatiku, sudah sehari ini tidak ada notification, tidak seperti biasanya, sepi. Ku kira dia akan selamanya menganggapku, tapi tidak akan pernah, aku yang terlalu optimis. Aku ingin menceritakan segalanya. Ke siapa? Yamada? Dia sudah pergi dan aku juga tidak mungkin kembali padanya. Mungkin aku hanya dapat berbicara pada tembok belakang kelas, tempat yang biasa ku gunakan saat aku bercerita dengan Yamada."Aku mungkin kehilangan Yamada (dan pastinya juga Koike) namun aku tak kan pernah kehilangan tempat biasa ku bercerita dengan Yamada." Aku seperti orang tak waras yang bicara dengan diri sendiri, memang menyedihkan memperjuangkan seseorang lalu kehilangan keduanya.
"Y...U...K...I...K...O...I....K...E...S...E...M...O...G...A" aku terkejut, "Apa? Siapa yang menuliskan coretan sandi ini di balik tembok? Apa maksudnya? Jangan-jangan.... Yamada!" Aku berteriak sedikit kesal. "YA! Aku!" Sosok laki-laki tinggi bersuara besar sepertinya telah berada di belakangku, memperhatikanku menyelesaikan sandi dari tadi. Ku berbalik. "Yamada?" spontan ku berkata,"Maaf.." Dengan mata berkaca-kaca,"Untuk apa kau meminta maaf? Tidak ada yang salah dalam hal ini, dan kita juga tidak perlu mencari siapa yang salah, aku juga tidak bersedih kok, karena dari awal aku sudah tau jawabannya.""Tidak usah bohong, aku bisa lihat dari matamu, kamu sangat bersedih, seperti apa yang ku rasakan. Aku juga pernah merasakan hal yang sama, bahkan aku lebih tersentak, lebih patah, lebih disakiti. Arigatou, atas sikapmu yang dewasa aku kan meneladanimu, senpai." Waktu itu dua buah senyuman terajut di bibir kami berdua, oh, dua sahabat yang saling tersakiti. Terimakasih doa dalam coretan misteriusnya.
0 komentar: