Lebih Dari Sekedar Perasaan -Omoide Ijou-

20.22 Unknown 0 Comments

 


          Melihatnya berlari membuatku berdebar. Mengejarnya dengan tatapanku, lock on. Waktu olahraga itu adalah harta. Di kursi belakang, secara diam-diam melihat luar. Pura-pura mengecek sesuatu padahal maksudnya berbeda, hanya ingin memperhatikannya. Cahaya mentari itu selalu membuatnya terlihat sempurna.
          Mitsuo-senpai[1], tidak terlalu menonjol diantara senior-senior yang lainnya. Bahkan, dikenal oleh teman-teman seangkatannya saja tidak. Seorang yang pendiam yang selalu menyembunyikan kemampuannya? Mungkin seperti itu. Tapi mengapa diriku bisa mengetahui keberadaanya? Dan mulai memperhatikannya? Just secret.
            “Tik.. Tak.. Tik.. Tak…” suara bolpoin yang kuketuk-ketukan di meja pertanda kebosanan dalam diriku sudah mencapai titik puncak saat harus mengikuti pelajaran Kimia yang pengajarnya adalah Akimoto-san. Seperti biasanya, membuang pandanganku ke luar jendela adalah candu. Melihat Mitsuo-senpai melakukan pemanasan lalu mulai berlari menggiring bola, dan tidak sengaja menyadari pandanganku dengan wajah berkeringatnya itu, ingin kuhapus dengan jari di dalam anganku. Hanya dapat berkhayal.
            “Matsui Jurina!” lemparan kapur Akimoto-san saat itu juga mendarat di lengan kananku. “Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum Ohm!” Akimoto-san menyadari diriku yang tidak fokus pada pelajaran, tetapi fokus kepada senpai di sudut lapangan bola. Untuk pertama kalinya Akimoto-san menyadari itu semua.
            “Hukum yang menjelaskan… nganu.. nganu… Hmm.. apa ya?” dengan gugup, diriku tidak bisa berkata sepatah kata pun untuk menjelaskan.
“Sudah merasa cerdas, lalu tidak memperhatikan saya? Dari tadi apa yang kamu perhatikan?” interogasi Akimoto-san.
            “Biasa! Jurina setiap kali bosan pasti memperhatikan Mitsuo-senpai yang sedang berolahraga, Akimoto-san!” celetuk Natsumi yang entah darimana dia tahu apa yang aku lakukan setiap pelajaran Kimia.
            “Iya, Jurina selalu tidak pernah lepas pandangannya dari Mitsuo-senpai!” Tambah Tadao yang merasa puas saat Akimoto-san memarahiku.
            “Dia selalu begitu, san!”
            “Beri saja dia tugas membuat karangan 500.000 kata dalam Bahasa Inggris biar dia kapok, san!”
            “Diam semua! Oh, jadi muridku yang satu ini sedang jatuh cinta? Sekolah ya sekolah, jatuh cinta itu cuman buat selingan saja, jangan sampai gara-gara jatuh cinta sekolahmu jadi …” Teeeetttt… Bel pulang sekolah memutuskan pembicaraan Akimoto-san. Akimoto-san tidak melanjutkan kata-katanya, malah langsung pergi keluar dengan terburu-buru seperti biasa, dengan membawa penggaris tua di tangan kanannya.
            Teman-teman sekelas hanya bisa diam terheran-heran. Jarang sekali bahkan tidak pernah  Akimoto-san tidak memarahi muridnya yang melakukan kesalahan pada waktu jam pelajarannya. Tetapi Jurina? Mengapa dia tidak dimarahi Akimoto-san? Bukannya Jurina bukan murid kesayangan Akimoto-san karena nilai kimianya tidak pernah lebih dari B+? Terus mengapa? Tanda tanya besar menari-nari dalam pikiran murid-murid kelas IX, tak terkecuali aku.
***
            Tidak terasa tinggal 6 bulan lagi bunga sakura akan kembali bersemi, pertanda musim kelulusan akan tiba dan tidak terasa sudah 4 bulan yang lalu sejak Akimoto-san melempariku dengan kapur, Mitsuo-senpai semakin jarang kulihat. Yang biasanya dia menjadi pemain tengah saat sepak bola, sekarang dia memilih menjadi pemain cadangan seakan dia tidak ingin terlihat. Bahkan, dia tidak pernah sekalipun melewati kelasku walaupun hanya untuk ke toilet, dia lebih memilih untuk berputar lebih jauh untuk sampai ke toilet tersebut. Sampai suatu hari, saat aku duduk di kursi biasanya, di dekat jendela, dia rela menunggu lama di suatu sudut sekolah agar aku beranjak dari tempat itu baru dia mau memasuki kelas yang berada di samping kelasku. Dia menghindariku.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Saat pertanyaan itu terlintas di pikiranku, tiba-tiba Kenji datang,”Jurina! Mitsuo-senpai itu sudah tahu bahwa kamu mempunyai sesuatu rasa kepada dia.”
“Hah? Kok dia bisa tahu? Kamu juga bisa tahu kalau Mitsuo-senpai mengerti perasaanku dari mana?” kataku.
            “Ya kamu itu bodoh! Kamu apa tidak mengerti bahwa Akimoto-san itu ayah dari Mitsuo-senpai? Ya jelas, setelah kejadian itu pasti Akimoto-san menceritakan apa yang terjadi kepada Mitsuo-senpai dan kamu tidak tahu kan jika Mitsuo-senpai tidak diperbolehkan berpacaran sampai dia masuk ke perguruan tinggi? Jadi, dia semakin menghindari kamu, bayangkan takutnya dia jika nanti kamu dan dia digosipkan berpacaran, pasti ayahnya akan marah besar!”
            “Tapi aku juga tidak ingin berpacaran, memangnya dia mempunyai rasa yang sama sepertiku?”
            “Ya jelas, TIDAK! Kalau dia suka sama kamu, pasti dia akan mencoba mencari tahu tentang dirimu secara diam-diam dan tidak akan menghindari kamu!” Kenji meninggalkanku.
            Kaki ini dengan cepat membawaku ke bagian atas sekolah, bagian yang biasa murid gunakan untuk menikmati indahnya matahari tenggelam. Tapi, saat itu yang kulihat adalah awan pucat seperti akan menangis.
            “Aku bodoh! Apakah gadis seperti diriku ini tidak boleh merasakan apa itu cinta? Rasa yang lebih dari suatu perasaan spesial? Jika iya? Mengapa aku tidak boleh mengagumi Mitsuo-senpai? Hanya sekedar mengagumi tanpa harap mendapatkan balasan, kataomoi[2] pun tak apa.”
            Air mata perasaan tak terbalas ini mengalir begitu deras. Saat itu sang awan pun juga ikut menangis. Seragam yang basah tak diriku hiraukan, hanya rasa bersalah dicampur rasa sedih dan jengkel menghabisi seluruh semangatku hari itu. Rasa ini tak mungkin lagi kulanjutkan kepada Mitsuo-senpai. Aku akan menghilang tuk selamanya dari pandangan Mitsuo-senpai dengan membawa rasa yang tak pernah akan ada lagi untuknya jika dia berubah suatu saat nanti. Musim semi dengan sakura tahun depan itu, upacara kelulusan itu, promnite itu, akan kujalani tanpa memandang dan berharap lagi kepada Mitsuo. Maafkan aku, Gomenasai[3]. Sayonara[4]
                                                                                               


















[1] Senpai adalah sebutan untuk orang yang lebih tinggi derajatnya daripada kita biasanya sering disebut di sekolah, kalau senpai adalah sebutan untuk seorang kakak kelas dan kalau dalam pekerjaan bisa dikatakan sebagai senior. 
[2] Kataomoi adalah cinta tak terbalas dalam Bahasa Jepang.
[3] Gomenasai artinya maaf.
[4] Sayonara artinya selamat tinggal.

You Might Also Like

0 komentar: