Sisi Lainmu

17.15 Unknown 0 Comments

Berbicaralah padaku
Sebisu-bisunya dirimu,  apa hanya suara yang dapat menyampaikan makna?
Makna yang tak ingin kurasuki
Namun ku harus memahami
Tanpa kau sadari 
Mata itu terlalu mudah berbicara
Terlalu jujur untuk menyakiti suatu rasa
Terlalu tulus untuk menyayangi suatu jiwa
Pun juga terlalu sadis untuk membalikan sebuah fakta dalam fenomena
Andai kau tahu
Selama diri itu tak sudi memberikan serintih suara untuk kudengar
Selama diri itu hindarkan sebuah alunan untuk kuresapi
Aku telah berbicara pada sisi lain yang kau miliki
Asal kau tahu
Diri itu inginkan suara sampaikan berita
Tolonglah jangan kau mengelak
Jangan kau mencoba bersembunyi di balik sebuah mimik
Diksi berubah menjelma menunggang suatu getar
Getar yang tak bisa mereka lihat
Namun hanya hati yang terpatahkan saja sasarannya

Sebuah pertanyaan klasik menggurui hati yang tak ingin tahu
"Mengapa mata itu mudahnya berbalik mengubah-ubah suatu alur?"
Alur yang kuyakini selamanya abadi
Alur yang teruntuk jiwa lemah yang ditinggalkan 
Alur yang putus di tengah tapak-tapak suatu langkah
Siapa yang akan membawaku kembali?
Ini terlalu sulit
Namun hanyalah yakin di dalam ketidakyakinan
Aku tetap kan berada pada jalannya 
Berharap suatu kan membukanya
Tak hanya tertutup pada satu sisi
Ku yakini bagian lain kan membukanya 

Detik dentum waktu
Tak habis-habisnya menyiksa seiring debaran detak itu 
Aku masih hidup
Hidup untuk disiksa olehnya
Menunggu waktu berhenti merajut nada
Aku terjebak di dalamnya
Namun aku akan tetap yakin
Ada suatu yang membukakan memberhentikan siksa

Bukannya aku berharap
Sungguh harap itu tak pernah ada
Aku hanya menikmati ini
Menikmati rasa yang membawaku hidup di dalam kematian
Sungguh...
Aku menanti lukisan mata itu berhenti beri siksa
Dan membalikkan fakta dalam suatu nirwana

Aku siap menerima getar dan menafsirkannya,,,


 

0 komentar:

Bukanlah Bagian dari Sebuah Lakon

19.23 Unknown 0 Comments

Aku kira
Lakon itu telah menyentuh akhir
Ya.. Benar...
Namun mengapa mata itu tak habbis-habisnya merajut sebuah karya
Karya bernama kesakitan
Aku kira dustamu hanya pada sebuah lakon
Ternyata lebih dari itu
Kau dustakan janji pada sebuah pagelaran abadi
Pagelaran yang terus berlanjut
Dan aku tidak akan mati
Mengapa sejelas itu kau tunjukkan dusta
Aku sempat meyakinimu
Yakin akan suatu himpunan aksara 
Namun kau sendiri yang mendustakannya
Dan kini ku sadar
Bukan aku 
Bukan aku
Bukan aku
Dan lakon itu abadi bukanlah suatu yang diciptakan
Aku menyesal
Aku pernah meyakinimu
Tetap untukmu sepasang mata cokelat

0 komentar:

Dustanya Pada Sehimpun Aksara

04.11 Unknown 0 Comments

Kepada penghuni dunia fana ini
Aku mengundang salah satu bagianmu
Bagian dimana kekuatan tarikan itu ada
Dan aku terbawa jatuh bersamanya 
Aku sudah terbawa emosi
Rasa yang sebelumnya selalu ku rasa
Rasa yang selalu merajut bagian tubuh ini menjadi satu
Menjadi satu bagian bernama kesakitan
Aku tak tahu harus bagaimana
Bukankah kau yang bersyair
"Cintailah seorang sedalam-dalamnya sebelum kau berpisah dengannya.."
Mengapa aku tak bisa menjadi bagian dari aksara itu?
Bukankah pondasi itu yang menjadi bagian dari padaku?
Dan aku mempercayainya ada padamu
Tetapi mengapa?
Aku terlalu menjijikan untukmu?
Haruskah ku kembali berpura-pura dalam jiwa lain?
Aku sudah terlalu sering diperlakukan seperti ini
Aku percaya padamu 
Percaya karena himpunan aksara di dalam kata yang kau yakini
Aku jadi meyakininya pula
Aku meyakini aksara itu hidup di dalam dirimu
Tetapi mengapa kau berdusta?
Dusta di dalam mata yang selama ini kutafsirkan
Dan aku dapat menafsirkan hal yang sejalan
Sekarang aku memanglah aku
Aku yang berbeda dari yang kau kenal
Kau terlalu cepat menjauh
Aku terlalu cepat meyakini
Kusadar kau jijik
Aku memanglah yang menjijikan
Mata yang sama dari mata jiwa yang ditinggalkan
Aku tak mau melihatnya lagi
Mata yang dipenuhi sinar penuh harapan
Kini terselimuti kelamnya atmosfer pemati rasa
Apakah kau tahu?
Aku telah mengagumi apa yang seharusnya tak kukagumi
Koloni seberang merendahkanku dengan apa yang kukagumi
Namun aku bangga
Aku bisa mengagumimu dengan apa yang ada di dalam raga
Ku sama sekali tak memperhitungan raga yang terlihat
Karena aku telah mengagumi apa yang tak terlihat
Serendah-rendahnya mereka merendahkanmu
Aku tetap kagum
Hanya saja kau tidak tahu itu
Aku yang disakiti oleh mereka
Lalu disakiti pula oleh yang dikagumi
Apakah kau tahu??? Apakah kau tahu????
Aku menempis semua kata mereka
Dan aku lanjutkan semua di dalam rasa yang asing
Namun kau pun juga tidak ingin 
Lalu haruskah ku kagum seperti ini?
Maafkan aku dan segala kekuranganku
Inilah aku, tolong manusiakanku.
Aku pun manusia.

0 komentar:

Kerapuhan yang Tak Rapuh

06.23 Unknown 0 Comments

Saat kau dibawa sebuah ingatan masuki sebuah masa
Masa yang hampir terlupa
Masa yang memang seharusnya tak pernah ada
Betapa menjijikannya diriku 
Betapa mulianya apa yang mengelilingiku

Mengapa ada orang setulus itu, tulusnya melemahkan keras hati
Andaikan aku memasuki raga lain
Andaikan ragaku tak pantas tuk tidak dimanusiakan
Andaikan dialah aku
Perempuan normal yang dihormati dihargai dilindungi
Aku kira hanya dia
Tetapi, tidak
Yang disana pula mendapat suatu penghormatan
Dimana aku berada? Bagaimanakah aku terlihat?
Cukup tahu diri ini sadarkan mimpi

Jika puisi sang penyair ceritakan ambisi
Ambisi tuk melindungi sebuah kerapuhan
Manakah sudut yang aku miliki?
Semua tak berlaku pada diriku
Sekeras-kerasnya aku berjuang
Setegar-tegarnya aku memaksakan
Tidak ada sayaap kuat dari jenis lain yang kan sudi memeliharaku
Aku seperti ingin keluar dari raga
Menjelajah waktu dimana kan ku temukan
Sebuah raga yang sudi dia pelihara
Bukan kerapuhan yang harus menjaga kekuatan 
Namun kekuatan itu tak sudi menjaga kerapuhan
Kerapuhan dimana akulah pemiliknya

Terlalu jauh aku berharap
Tapi mengapa kau sempat menjadi sang kekuatan?
Tenang..
Aku berusaha mematikan semua harap yang tak ingin aku tumbuhkan
Kekuatan itu jangan kau beri untukku
Aku memang rapuh
Namun asal kau tahu, 
Sang kerapuhan itu sudah sering diinjak-injak kejam oleh kekuatan
Kekuatan yang kata orang sang pelindung
Dan sekarang ku kembali bertanya,
Siapakah pelindung itu?

Tuk yang terakhir
Ijinkan aku merasakan bagaimana terlindungi
Bagaimana dihormati
Bagaimana dimanusiakan
Bagaimana tidak mendapat tatapan jijik
Layaknya dewi-dewi angkasa sana

Jangan anggap aku kerapuhan yang terinjak, aku juga bagian daripadanya.

0 komentar:

Goresan Itu...

05.24 Unknown 0 Comments

Terima kasih..
Kau telah menambah paragraf indah dalam kitab kehidupanku
Terima kasih kau telah memanusiakanku
Dengan begitu saja aku merasa utuh
Entah berapa lama jiwa-jiwa itu tidak memanusiakanku
Namun aku berterima kasih padamu
Padamu yang datangnya tak ku indahkan
Padamu yang hadirnya tak ingin ku beri sekedip lirik

Saat kau sematkan tanda itu membalut seujung tubuh ini
Saat itu pula mata ini tak ingin bertemu
Walau hanya ingin tuk sampaikan terima kasih
Goresan indah dalam goresan yang tak semuanya sudi memberinya
Aku pun ragu apakah kau benar-benar
Atau sebenarnya kau sama seperti mereka
Namun semua meyakinkan jiwa lemah ini
Goresan itu nyata
Goresan itu indah
Goresan itu untukku 
Bahkan tak semuanya dapat menikmati detik tergores manis itu

Aku tak ingin dapatkan hirauanmu
Aku tak harus menjadi bagian dari sisi yang ingin kutempati
Aku tak berhak mendapat apa yang ada di dalam harap
Aku cukup menjadi sebuah kitab kusang
Dan aku hanya ingin kau menuliskan keindahan
Keindahan yang memaafkan rasa yang tak seharusnya ada

Aku tegaskan hai tuan goresan itu
Tak harus kau sampaikan kata-kata penakluk rasa
Aku tak berhak menerimanya
Dan kau tak akan sudi memberinya
Karena paragraf baru itu aku hidup
Dan aku mati karenanya
Namun aku masih akan meneruskannya

Masih untukmu, sepasang mata coklat..

0 komentar:

Lakon yang Terulang

05.03 Unknown 0 Comments

Melihat sosokmu begitu sempurna
Dengan melihat mata itu
Damai meluas seisi hati ini
Rasa yang sempat mati itu
Hidup mengisi sudut-sudut sepi ini
Sosok itu nyata, aku tahu
Hal yang tak sama pun terjadi pada waktu yang sama
Mengapa nyatanya tak abadi?
Terlalu cepat maya saat ku coba dekatinya

Ku coba pahami sesuatu
Apakah mayamu datang dibalik sebuah tirai pementasan?
Apakah nyatamu terdustakan janji pada sebuah skenario?
Apakah kejujuranmu terpalsukan mimik peran sebuah drama?
Atau mungkin semua itu sebenarnya tak pernah ada
Atau inginkanku menjadi sebuah pengisi lakon saja?

Sadarkah kau?
Sedari dongeng lawas itu tergelar
Semenjak nada alunan lawas itu bergema
Kau telah menarikku
Menarik dengan kejamnya tuk jatuh dalam sebuah rasa
Rasa yang tak ingin ku coba masuki
Ku tidak ingin menjadi pemerannya

Aku kira kamu akan benar menjadi kamu
Namun mengapa kamu bukanlah kamu
Mainkanlah aku sebagai peran jika kau butuh
Namun rasa ini kan tetap ada setelah drama menyentuh akhir
Tidak ada skenario yang tak berakhir
Begitu pula rasa yang pasti tak berakhir
Akhirnya kan kau temui dalam sebuah mata keji
Dan kau tahu?
Aku kan memberitahumu sebuah janji
Ku tak akan memberi mata keji itu padamu
Seiring memberikan ijin rasa ini tuk jatuh
Aku hanya ingin jatuh padamu
Padamu yang tak pernah melihat sisi lain di balik peran
Walau ku selalu ada tuk mencari yang tak terdramakan
Karena aku mempercayaimu
Kau mestinya tahu itu

Rasa yang masih ada dalam banyaknya lakon yang kau bintangi, aku masih sama.

0 komentar: